Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Selasa, 04 Oktober 2011

Kehangatan Tubuh Bahenol Bu dokter

Selasa, 04 Oktober 2011
11 komentar

Bu dokterku gila ngeseks denganku 

Dalam sebuah seminar sehari di hall Hotel Hilton International di Jakarta, tampak seorang wanita paruh baya berwajah manis sedang membacakan sebuah makalah tentang peranan wanita modern dalam kehidupan rumah tangga keluarga bekerja. Dengan tenang ia membaca makalah itu sambil sesekali membuat lelucon yang tak ayal membuat para peserta seminar itu tersenyum riuh. Permasalahan yang sedang dibahas dalam seminar itu menyangkut perihal mengatasi problem perselingkuhan para suami yang selama ini memang menjadi topik hangat baik di forum resmi ataupun tidak resmi. Beberapa peserta seminar yang terdiri dari wanita karir, ibu-ibu rumah tangga dan para pelajar wanita itu tampak serius mengikuti jalannya seminar yang diwarnai oleh perdebatan antara pakar sosiologi keluarga yang sengaja diundang untuk menjadi pembicara. Hadir juga beberapa orang wartawan yang meliput jalannya seminar sambil ikut sesekali mengajukan pertanyaan ke arah peserta dan pembicara. Suasana riuh saat wanita pembicara itu bercerita tentang seorang temannya yang bersuamikan seorang pria mata keranjang doyan main perempuan. Berbagai pendapat keluar dalam perdebatan yang diarahkan oleh moderator.
Diakhir sesi pertama saat para peserta mengambil waktu istirahat selama tiga puluh menit, tampak wanita pembicara itu keluar ruangan dengan langkah cepat seperti menahan sesuatu. Ia berjalan dengan cepat menuju toilet di samping hall tempat seminar. Namun saat melewati lorong menuju tempat itu ia tak sadar menabrak seseorang, akibatnya ia langsung terhenyak.
“Oh, maaf, saya tidak melihat anda, maaf ya?”, seru wanita itu pada orang yang ditabraknya, namun orang itu seperti tak mengacuhkan.
“Oke”, sahut pria muda berdasi itu lembut dan berlalu masuk ke dalam toilet pria.
Wanita itupun bergegas ke arah toilet wanita yang pintunya berdampingan dengan pintu toilet pria. Beberapa saat lamanya wanita itu di sana lalu tampak lelaki itu keluar dari toilet dan langsung menuju ke depan cermin besar dan mencuci tangannya. Kemudian wanita tadi muncul dan menuju ke tempat yang sama, keduanya sesaat saling melirik. “Hai”, tegur pria itu kini mendahului.
“Halo, anda peserta seminar?”, tanya si wanita.
“Oh, bukan. Saya bekerja di sini, maksud saya di hotel ini”, jawab pria itu.
“Oh, kalau begitu kebetulan, saya rasa setelah seminar ini saya akan kontak lagi dengan manajemen hotel ini untuk mengundang sejumlah pakar dari Amerika untuk seminar masalah kesehatan ibu dan anak. Ini kartu namaku”, kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya pada pria itu. Lelaki itu mengambil secarik kartu dari dompetnya dan menyerahkannya pada wanita itu.
“Dokter Supriyati Pujiastuti, oh ternyata Ibu ini pakar ilmu kDidokteran ibu dan anak yang terkenal itu, maaf saya baru pertama kali melihat Ibu. Sebenarnya saya banyak membaca tulisan-tulisan Ibu yang kontroversial itu, saya sangat mengagumi Ibu”, mendadak pria itu menjadi sangat hormat.
“Ah kamu, jangan terlalu berlebihan memuji aku, dan kamu, hmm, Dido Prasetya, wakil General Manager Hilton International Jakarta. Kamu juga hebat, manajer muda”, seru wanita itu sambil menjabat tangan pemuda bernama Dido itu kemudian.
“Kalau begitu saya akan kontak anda mengenai masalah akomodasi dan acara seminar yang akan datang, senang bertemu anda, Dido”, seru wanita itu sambil kemudian berlalu.
“Baik, Bu dokter”, jawab sahut pria itu dan membiarkan wanita paruh baya itu berlalu dari ruangan di mana mereka berbicara.
Sejenak kemudian pemuda itu masih tampak memandangi kartu nama dokter wanita itu, ia seperti sedang mengamati sesuatu yang aneh.
“Bukankah dokter itu cantik sekali?”, ia berkata dalam hati.
“Oh aku benar-benar tak tahu kalau ia dokter yang sering menjadi perhatian publik, begitu tampak cantik di mataku, meski sudah separuh baya, ia masih tampak cantik”, benaknya berbicara sendiri.
“Ah kenapa itu yang aku pikirkan?”, serunya kemudian sambil berlalu dari ruangan itu.
Sementara itu di sebuah rumah kawasan elit Menteng Jakarta pusat tampak sebuah mobil memasuki halaman luas rumah itu. Wanita paruh baya bernama dokter Supriyati itu turun dari sedan Mercy hitam dan langsung memasuki rumahnya. Wajah manis wanita paruh baya itu tampaknya menyimpan sebuah rasa kesal dalam hati. Sudah seminggu lamanya suami wanita itu belum pulang dari perjalanan bisnis keluar negeri. Sudah seminggu pula ia didera isu dari rekan sejawat suaminya tentang tingkah laku para pejabat dan pengusaha kalangan atas yang selalu memanfaatkan alasan perjalanan bisnis untuk mencari kepuasan seksual di luar rumah alias perselingkuhan.
Wanita itu menghempaskan badannya ke tempat tidur empuk dalam ruangan luas itu. Ditekannya remote TV dan melihat program berita malam yang sedang dibacakan penyiar. Namun tak berselang lama setelah itu dilihatnya di TV itu seorang lelaki botak yang tak lain adalah suaminya sedang berada dalam sebuah pertemuan resmi antar pengusaha di Singapura. Namun yang membuat hati wanita itu panas adalah saat melihat suaminya merangkul seorang delegasi dagang Singapura yang masih muda dan cantik. Sejenak ia memandang tajam ke arah televisi besar itu lalu dengan gemas ia membanting remote TV itu ke lantai setelah mematikan TV-nya.
“Ternyata apa yang digosipkan orang tentang suamiku benar terjadi, huh”, seru wanita itu dengan hati dongkol.
“Bangsaat..!”, Teriaknya kemudian sambil meraih sebuah bantal guling dan menutupi mukanya.
Tak seorangpun mendengar teriakan itu karena rumah besar itu dilengkapi peredam suara pada dindingnya, sehingga empat orang pembantu di rumah itu sama sekali tidak mengetahui kalau sang nyonya mereka sedang marah dan kesal. Ia menangis sejadi-jadinya, bayang-bayang suaminya yang berkencan dengan wanita muda dan cantik itu terus menghantui pikirannya. Hatinya semakin panas sampai ia tak sanggup menahan air matanya yang kini menetes di pipi.
Tiga puluh menit ia menangis sejadi-jadinya, dipeluknya bantal guling itu dengan penuh rasa kesal sampai kemudian ia jatuh tertidur akibat kelelahan. Namun tak seberapa lama ia terkulai tiba-tiba ia terhenyak dan kembali menangis. Rupanya bayangan itu benar-benar merasuki pikirannya hingga dalam tidurnyapun ia masih membayangkan hal itu. Sejenak ia kemudian berdiri dan melangkah keluar kamar tidur itu menuju sebuah ruangan kecil di samping kamar tidurnya, ia menyalakan lampu dan langsung menuju tumpukan obat yang memenuhi sebagian ruangan yang mirip apotik keluarga. Disambarnya tas dokter yang ada di situ lalu membuka sebuah bungkusan pil penenang yang biasa diberikannya pada pasien yang panik. Ditelannya pil itu lalu meminum segelas air.
Beberapa saat kemudian ia menjadi tenang kemudian ia menuju ke ruangan kerjanya yang tampak begitu lengkap. Di sana ia membuka beberapa buku, namun bebarapa lamanya kemudian wanita itu kembali beranjak menuju kamar tidurnya. Wajahnya kini kembali cerah, seberkas senyuman terlihat dari bibirnya yang sensual. Ia duduk di depan meja rias dengan cermin besar, hatinya terus berbicara.
“Masa sih aku harus mengalah terus, kalau bangsat itu bisa berselingkuh kenapa aku tidak”, benaknya sambil menatap dirinya sendiri di cermin itu. Satu-persatu di lepasnya kancing baju kerja yang sedari tadi belum dilepasnya itu, ia tersenyum melihat keindahan tubuhnya sendiri. Bagian atas tubuhnya yang dilapisi baju dalam putih berenda itu memang tampak sangat mempesona. Meski umurnya kini sudah mencapai empat puluh tahun, namun tubuh itu jelas akan membuat lelaki tergiur untuk menyentuhnya.
Kini ia mulai melepaskan baju dalam itu hingga bagian atas tubuhnya kini terbuka dan hanya dilapisi BH. Perlahan ia berdiri dan memutar seperti memamerkan tubuhnya yang bahenol itu. Buah dadanya yang besar dan tampak menantang itu diremasnya sendiri sambil mendongak membayangkan dirinya sedang bercinta dengan seorang lelaki. Kulitnya yang putih mulus dan bersih itu tampak tak kalah mempesonakan.
“Kalau bangsat itu bisa mendapat wanita muda belia, kurasa tubuh dan wajahku lebih dari cukup untuk memikat lelaki muda”, gumamnya lagi.
“Akan kumulai sekarang juga, tapi..”, tiba-tiba pikirannya terhenti.
“Selama ini aku tak pernah mengenal dunia itu, siapakah yang akan kucari? hmm..”.
Tangannya meraih tas kerja di atas mejanyanya, dibongkarnya isi tas itu dan menemukan beberapa kartu nama, sejenak ia memperhatikannya.
“Dokter Felix, lelaki ini doyan nyeleweng tapi apa aku bisa meraih kepuasan darinya? Lelaki itu lebih tua dariku”, katanya dalam hati sambil menyisihkan kartu nama rekan dokternya itu.
“Basuki Hermawan, ah, pejabat pajak yang korup, aku jijik pada orang seperti ini”, ia merobek kartu nama itu.
“Oh ya, pemuda itu, yah, pemuda itu, siapakah namanya, Dodi?.., oh bukan. Doni?.., oh bukan juga, ah di mana sih aku taruh kartu namanya..”, ia sibuk mencari, sampai-sampai semua isi tak kerja itu dikeluarkannya namun belum juga ia temukan.
“Bangsat! Aku lupa di mana menaruhnya”, sejenak ia berhenti mencari dan berpikir keras untuk mencoba mengingat di mana kartu nama pemuda gagah berumur dua puluh limaan itu. Ia begitu menyukai wajah pemuda yang tampak polos dan cerdas itu. Ia sudah terbayang betapa bahagianya jika pemuda itu mau diajak berselingkuh.
“Ahaa! Ketemu juga kau!”, katanya setengah berteriak saat melihat kartu nama dengan logo Hilton International. Ia beranjak berdiri dan meraih hand phone, sejenak kemudian ia sudah tampak berbicara.
“Halo, dengan Dido, maaf Bapak Dido?”.
“Ya benar, saya Dido tapi bukan Bapak Dido, anda siapa”, terdengar suara ramah di seberang.
“Ah maaf, Dido, saya Dokter Supriyati, kamu masih ingat? Kita ketemu di Rest Room hotel Hilton International tadi siang”.
“Oooh, Bu dokter, tentu dong saya ingat. Masa sih saya lupa sama Bu dokter idola saya yang cantik”.
“Eh kamu bisa saja, Do”.
“Gimana Bu, ada yang bisa saya bantu?”, tanya Dido beberapa saat setelah itu.
“Aku ingin membicarakan tentang seminar minggu depan untuk mempersiapkan akomodasinya, untuk itu sepertinya kita perlu berbicara”.
“No problem, Bu. Kapan ibu ada waktu”.
“Lho kok jadi nanya aku, ya kapan kamu luang aja dong”.
“Nggak apa-apa Bu, untuk orang seperti ibu saya selalu siap, gimana kalau besok kita makan siang bersama”.
“Hmm, rasanya aku besok ada operasi di rumah sakit. Gimana kalau sekarang saja, kita makan malam”.
“Wah kebetulan Bu, saya memang lagi lapar. baiklah kalau begitu, saya jemput ibu”.
“Oohh nggak usah, biar ibu saja yang jemput kamu, kamu di mana?”.
“wah jadi ngerepotin dong, tapi oke-lah. Saya tunggu saja di Resto Hilton, okay?”.
“Baik kalau begitu dalam sepuluh menit saya datang”, kata wanita itu mengakhiri percakapannya.
Lalu dengan tergesa-gesa ia mengganti pakaian yang dikenakannya dengan gaun terusan dengan belahan di tengah dada. Dengan gesit ia merias wajah dan tubuh yang masih tampak menawan itu hingga tak seberapa lama kemudian ia sudah tampak anggun.
“Mbok..!”, ia berteriak memanggil pembantu.
“Dalem, Nyaah!”, sahut seorang yang tiba-tiba muncul dari arah dapur.
“Malam ini ibu ndak makan di rumah, nanti kalau tuan nelpon bilang saja ibu ada operasi di rumah sakit”.
“Baik, Nyah..”, sahut pembantunya mengangguk.
Sang dokter itupun berlalu meninggalkan rumahnya tanpa diantar oleh sopir.
Kini sang dokter telah tampak menyantap hidangan makan malam itu bersama pemuda tampan bernama Dido yang berumur jauh di bawahnya. Maksud wanita itu untuk mengencani Dido tidak dikatakannya langsung. Mereka mula-mula hanya membicarakan perihal kontrak kerja antara kantor sang dokter dan hotel tempat Dido bekerja. Namun hal itu tidak berlangsung lama, dua puluh menit kemudian mereka telah mengalihkan pembicaraan ke arah pribadi.
“Maaf lho, Do. Kamu sudah punya pacar?”, tanya sang dokter.
“Dulu pernah punya tapi”, Dido tak melanjutkan kalimatnya.
“Tapi kenapa, Do?”, sergah wanita itu.
“Dia kawin duluan, ah, Emang bukan nasib saya deh, dia kawin sama seorang om-om senang yang cuma menyenangi tubuhnya. Namanya Rani..”.
“Maaf kalau ibu sampai membuat kamu ingat sama masa lalu”.
“Nggak apa-apa kok, Bu. Toh saya sudah lupa sama dia, buat apa cari pacar atau istri yang mata duitan”.
“Sukurlah kalau begitu, trus sekarang gimana perasaan kamu”.
“Maksud ibu?”.
“Perasaan kamu yang dikhianati, apa kamu masih dendam?”, tanya sang dokter seperti merasa ingin tahu.
“Sama si Rani sih nggak marah lagi, tapi sampai sekarang saya masih dendam kesumat sama om-om atau pejabat pemerintah yang seperti itu”, jelas Dido pada wanita itu sembari menatapnya.
Sejenak keduanya bertemu pandang, Dido merasakan sebuah perasaan aneh mendesir dadanya. Hanya beberapa detik saja keduanya saling memandang sampai Dido tersadar siapa yang sedang dihadapinya.
“Ah, ma.., ma.., maaf, Bu. Bicara saya jadi ngawur”, kata pemuda itu terpatah-patah.”Oh nggak, nggak apa-apa kok, Do. Aku juga punya problem yang serupa dengan kamu”, jawab wanita itu sambil kemudian mulai menceritakan masalah pribadi dalam keluarganya. Ia yang kini sudah memiliki dua anak yang bersekolah di Amerika itu sedang mengalami masalah yang cukup berat dalam rumah tangganya. Dengan penuh emosi ia menceritakan masalahnya dengan suaminya yang seorang pejabat pemerintah sekaligus pengusaha terkenal itu.
“Berkali-kali aku mendengar cerita tentang kebejatan moralnya, ia pernah menghamili sekertarisnya di kantor, lalu wanita itu ia pecat begitu saja dan membayar seorang satpam untuk mengawini gadis itu guna menutupi aibnya. Dasar lelaki bangsat”, ceritanya pada Dido.
“Sekarang dia sudah berhubungan lagi dengan seorang wanita pengusaha di luar negeri. Baru tadi aku melihatnya bersama dalam sebuah berita di TV”, lanjut wanita itu dengan raut muka yang sedih.
“Sabar, Bu. Mungkin suatu saat dia akan sadar. Masa sih dia nggak sadar kalau memiliki istri secantik ibu”, ujar Dido mencoba menghiburnya.
“Aku sudah bosan bersabar terus, hatiku hancur, Do. Kamu sudah tahu kan gimana rasanya dikhianati? Dibohongi?”, sengitnya sambil menatap pemuda itu dengan tatapan aneh. Wanita itu seperti ingin mengatakan sesuatu pada Dido.
Beberapa menit keadaan menjadi vacum. Mereka saling menatap penuh misteri. Dada Dido mendesir mendapat tatapan seperti itu, pikirannya bertanya-tanya.
“Ada apa ini?”, gumamnya dalam hati. Namun belum sempat ia menerka apa arti tatapan itu, tangannya tiba-tiba merasakan sesuatu yang lembut menyentuh, ia terhenyak dalam hati. Desiran dadanya kini berubah menjadi getaran keras di jantungnya. Namun belum sempat ia bereaksi atas semua itu tangan sang dokter itu telah meremas telapak tangan Dido dengan mesra. Kini ia menatap wanita itu, dokter Supriyati memberinya senyuman, masih misteri.
“Dido., kamu dan aku memiliki masalah yang saling berkaitan”, katanya perlahan.
“Ma, maksud ibu?”, Dido tergagap.
“Kehidupan cinta kamu dirusakkan oleh generasi seumurku, dan rumah tanggaku rusak oleh kehidupan bejat suamiku. Kita sama-sama memiliki beban ingatan yang menyakitkan dengan musuh yang sama”.
“lalu?”.
“Kenapa tak kamu lampiaskan dendam itu padaku?”.
“Maksud ibu?”, Dido semakin tak mengerti.
“Aku dendam pada suamiku dan kaum mereka, dan kau punya dendam pada para pejabat yang telah mengecewakanmu. Kini kau menemukan aku, lampiaskan itu. Kalau mereka bisa menggauli generasimu mengapa kamu nggak menggauli kaum mereka? Aku istri pejabat, dan aku juga dikecewakan oleh mereka”.
“Saya masih belum mengerti, Bu”.
“Maksudku, hmm, kenapa kita tidak menjalin hubungan yang lebih dekat lagi”, jelas wanita itu.
Dido semakin penasaran, ia memberanikan dirinya bertanya, “Maksud ibu, mm, ki, ki, kita berselingkuh?”, ia berkata sambil memberanikan dirinya menatap wanita paruh baya itu.
“Yah, kita menjalin hubungan cinta”, jawab dokter Supriyati enteng.
“Tapi ibu wanita bersuami, ibu punya keluarga”.
“Ya, tapi sudah hancur, tak ada harapan lagi. Kalau suamiku bisa mencicipi gadis muda, kenapa aku tidak bisa?”, lanjutnya semakin berani, ia bahkan merangkul pundak pemuda itu. Dido hanya terpaku.
“Ta, tapi, Bu”.
“Seumur perkawinanku, aku hanya merasakan derita, Do. Aku ingin kejantanan sejati dari seorang pria. Dan pria itu adalah kamu, Do”, lalu ia beranjak dari tempat duduknya mendekati Dido. Dengan mesra diberinya pemuda itu sebuah kecupan. Dido masih tak bereaksi, ia seperti tak mempercayai kejadian itu.
“Apakah saya mimpi?”, katanya konyol.
“Tidak, Do. Kamu nggak mimpi, ini aku, Dokter Supriyati yang kamu kagumi”.
“Tapi, Bu.., ibu sudah bersuami”.
“Tolong jangan katakan itu lagi Dido”.
Kemudian keduanya terpaku lama, sesekali saling menatap. Pikiran Dido berkecamuk keras, ia tak tahu harus berkata apa lagi. Sebenarnya ia begitu gembira, tak pernah ia bermimpi apapun. Namun ia masih merasa ragu.
“Apakah segampang ini?”, gumamnya dalam hati.
“Cantik sekali dokter ini, biarpun umurnya jauh lebih tua dariku tapi oh tubuh dan wajahnya begitu menggiurkan, sudah lama aku memimpikan bercinta dengan wanita istri pejabat seperti dia. Tapi”, hatinya bertanya-tanya. Sementara suasana vacum itu berlangsung begitu lama. Kini mereka duduk dalam posisi saling bersentuhan. Baru sekitar tiga puluh menit kemudian dokter Supriyati tiba-tiba berdiri.
“Do, saya ingin ngobrol lebih banyak lagi, tapi nggak di sini, kamu temui saya di Hotel Hyatt. Saya akan memesan kamar di situ. Selamat malam”, serunya kemudian berlalu meninggalkan Dido yang masih terpaku.
Pemuda itu masih terlihat melamun sampai seorang pelayan restoran datang menyapanya.
“Pak Dido, bapak mau pesan lagi?”.
“Eh, oh nggak, nggak, aduh saya kok ngelamun”, jawabnya tergagap mengetahui dirinya hanya terduduk sendiri.
“Teman Bapak sudah tiga puluh menit yang lalu pergi dari sini”, kata pelayan itu.
“Oh ya?”, sahut Dido seperti orang bodoh. Pelayan itu mengangkat bahunya sambil berlalu.
“Eh, billnya!”, panggil Dido.
“Sudah dibayar oleh teman Bapak”, jawab pelayan itu singkat.
Kini Dido semakin bingung, ia masih merasakan getaran di dadanya. Antara percaya dan tidak. Ia kemudian melangkah ke lift dan turun ke tempat parkir. Hanya satu kalimat dokter Supriyati yang kini masih terngiang di telinganya. Hotel Grand Hyatt!
Dengan tergesa-gesa ia menuju ke arah mobilnya. Perjalanan ke hotel yang dimaksud wanita itu tak terasa olehnya, kini ia sudah sampai di depan pintu kamar yang ditanyakannya pada receptionis. Dengan gemetar ia menekan bel di pintu kamar itu, pikirannya masih berkecamuk bingung.
“Masuk, Do”, sambut dokter Supriyati membuka pintu kamarnya. Dido masuk dan langsung menatap dokter Supriyati yang kini telah mengenakan gaun tidur sutra yang tipis dan transparan. Ia masih tampak terpaku.
“Do, ini memang hari pertemuan kita yang pertama tapi apakah salahnya kalau kita sama-sama saling membutuhkan”, kata dokter Supriyati membuka pembicaraan.
“Cobalah realistis, Do. Kamu juga menginginkan ini kan?”, lanjut wanita itu kemudian mendudukkan Dido di pinggir tempat tidur luas itu.
Dido masih tampak bingung sampai sang dokter memberinya kecupan di bibirnya, ia merasakan seperti ada dorongan untuk membalasnya.
“Oh, Bu”, desahnya sambil kemudian merangkul tubuh bongsor dokter Supriyati. Dadanya masih bergetar saat merasakan kemesraan wanita itu. Dokter Supriyati kemudian memegang pundaknya dan melucuti pakaian pemuda itu. Dengan perlahan Dido juga memberanikan diri melepas ikatan tali gaun tidur sutra yang dikenakan sang dokter. Begitu tampak buah dada dokter Supriyati yang besar dan ranum itu, Dido terhenyak.
“Oh, indahnya susu wanita ini”, gumamnya dalam hati sambil lalu meraba payudara besar yang masih dilapisi BH itu. Tangan kirinya berusaha melepaskan kancing BH di punggung dokter Supriyati. Ia semakin terbelalak saat melihat bentuk buah dada yang kini telah tak berlapis lagi. Tanpa menunggu lagi nafsu pemuda itu bangkit dan ia segera meraih buah dada itu dan langsung mengecupnya. Dirasakannya kelembutan susu wanita cantik paruh baya itu dengan penuh perasaan, ia kini mulai menyDidot puting susu itu bergiliran.
“Ooohh, Dido, nikmat sayang., mm sDidot terus sayang ooohh, ibu sayang kamu, Do, ooohh”, desah dokter Supriyati yang kini mendongak merasakan sentuhan lidah dan mulut Dido yang menggilir kedua puting susunya. Tangan wanita itupun mulai meraih batang kemaluan Dido yang sudah tegang sedari tadi, ia terhenyak merasakan besar dan panjangnya penis pemuda itu.
“Ohh, besarnya punya kamu, Do. Tangan ibu sampai nggak cukup menggenggamnya”, seru dokter Supriyati kegirangan. Ia kemudian mengocok-ngocokkan penis itu dengan tangannya sambil menikmati belaian lidah Dido di sekitar payudara dan lehernya.
Kemaluan Dido yang besar dan panjang itu kini tegak berdiri bagai roket yang siap meluncur ke angkasa. Pemuda yang sebelumnya belum pernah melakukan hubungan seks itu semakin terhenyak mendapat sentuhan lembut pada penisnya yang kini tegang. Ia asyik sekali mengecupi sekujur tubuh wanita itu, Dido merasakan sesuatu yang sangat ia dambakan selama ini. Ia tak pernah membayangkan akan dapat menikmati hubungan seks dengan wanita yang sangat ia kagumi ini, ia yang sebelumnya bahkan hanya menonton film biru itu kini mempraktekkan semua yang ia lihat di dalamnya. Hatinya begitu gembira, sentuhan-sentuhan lembut dari tangan halus dokter Supriyati membuatnya semakin terlena.
Dengan mesra sekali wanita itu menuntun Dido untuk menikmati sekujur tubuhnya yang putih mulus itu. Dituntunnya tangan pemuda itu untuk membelai lembut buah dadanya, lalu bergerak ke bawah menuju perutnya dan berakhir di permukaan kemaluan wanita itu. Dido merasakan sesuatu yang lembut dan berbulu halus dengan belahan di tengahnya. Pemuda itu membelainya lembut sampai kemudian ia merasakan cairan licin membasahi permukaan kemaluan dokter Supriyati. Ia menghentikan gerakannya sejenak, lalu dengan perlahan sang dokter membaringkan tubuhnya dan membuka pahanya lebar hingga daerah kemaluan yang basah itu terlihat seperti menantang Dido. Pemuda itu terbelalak sejenak sebelum kemudian bergerak menciumi daerah itu, jari tangan dokter Supriyati kemudian menarik bibir kemaluannya menjadi semakin terbuka hingga menampakkan semua isi dalam dinding vaginanya. Dido semakin terangsang, dijilatinya semua yang dilihat di situ, sebuah benda sebesar biji kacang di antara dinding vagina itu ia sDidot masuk ke dalam mulutnya. Hal itu membuat dokter Supriyati menarik nafas panjang merasakan nikmat yang begitu hebat.
“Ohh, hmm, Dido, sayang, ooohh”, desahnya mengiringi bunyi ciplakan bibir Dido yang bermain di permukaan vaginanya.
Dengan gemas Dido menjilati kemaluan itu, sementara dokter Supriyati hanya bisa menjerit kecil menahan nikmat belaian lidah Dido. Ia hanya bisa meremas-remas sendiri payudaranya yang besar itu sambil sesekali menarik kecil rambut Dido.
“Aduuuh sayang, ooohh nikmaat, sayang, oooh Dido, ooohh pintarnya kamu sayang, ooohh nikmatnya, ooohh sDidooot teruuusss, ooohh enaakkk, hmm, ooohh”, jeritnya terpatah-patah.
Puas menikmati vagina itu, Dido kembali ke atas mengarahkan bibirnya kembali ke puting susu dokter Supriyati. Sang dokterpun pasrah saja, ia membiarkan dirinya menikmati permainan Dido yang semakin buas saja. Daerah sekitar puting susunya tampak sudah kemerahan akibat sDidotan mulut Dido.
“ooohh, Dido sayang. Berikan penis kamu sama ibu sayang, ibu ingin mencicipinya”, pinta wanita itu sambil beranjak bangun dan menggenggam kemaluan Dido. Tangannya tampak bahkan tak cukup untuk menggenggamnya, ukurannya yang super besar dan panjang membuat dokter Supriyati seperti tak percaya pada apa yang dilihatnya. Wanita itu mulai mengulum penis Dido, mulutnya penuh sesak oleh kepala penis yang besar itu, hanya sebagian kecil saja kemaluan Dido yang bisa masuk ke mulutnya sementara sisanya ia kocok-kocokkan dengan telapak tangan yang ia lumuri air liurnya. Dido kini menikmati permainan itu.
“Auuuhh, Bu, ooohh, enaakk aahh Bu dokter, oooh nikmat sekali, mm, oooh enaknya, ooohh, ssstt, aahh”, desah pemuda itu mulai menikmatinya.
Sesaat kemudian, Dokter Supriyati melepaskan kemaluan yang besar itu lalu membaringkan dirinya kembali di pinggiran tempat tidur. Dido meraih kedua kaki wanita itu dan langsung menempatkan dirinya tepat di depan selangkangan dokter Supriyati yang terbuka lebar. Dengan sangat perlahan Dido mengarahkan kemaluannya menuju liang vagina yang menganga itu dan, “Sreett.., bleeesss”.
“Aduuuhh, aauuu Didooo, sa.., sa.., sakiiittt, vaginaku robeeek aahh, sakiiit”, teriak dokter Supriyati merasakan vaginanya yang ternyata terlalu kecil untuk penis Dido yang super besar, ia merasakan vaginanya robek oleh terobosan penis Dido. Lebih dahsyat dari saat ia mengalami malam pertamanya.
“Dido sayang, punya kamu besar sekali. Vaginaku rasanya robek do, main yang pelan aja ya, sayang?”, pintanya lalu pada Dido.
“Ouuuhh, ba.., ba.., baik, Bu”, jawab Dido yang tampak sudah merasa begitu nikmat dengan masuknya penis ke dalam vagina dokter Supriyati.
Kini dibelainya rambut sang dokter sambil menciumi pipinya yang halus dengan mesra. Pemuda itu mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina dokter Supriyati dengan perlahan sekali sampai beberapa menit kemudian rasa sakit yang ada dalam vagina wanita itu berubah menjadi nikmat, barulah Dido mulai bergerak menggenjot tubuh wanita itu dengan agak cepat. Gerakan tubuh mereka saling membentur mempertemukan kedua kemaluan mereka. Nafsu birahi mereka tampak begitu membara dari gerakan yang semakin lama semakin menggairahkan, teriakan kecil kini telah berubah menjadi desah keras menahan nikmatnya hubungan seks itu.
Keduanya tampak semakin bersemangat, saling menindih bergilir menggenjot untuk meraih tahap demi tahap kenikmatan seks itu. Dido yang baru pertama kali merasakan nikmatnya hubungan seks itu benar-benar menikmati keluar masuknya penis besar itu ke dalam liang vagina sang dokter yang semakin lama menjadi semakin licin akibat cairan kelamin yang muali melumasi dindingnya. Demikian pula halnya dengan dokter Supriyati. Ia begitu tampak kian menikmati goyangan tubuh mereka, ukuran penis Dido yang super besar dan terasa merobek liang vaginanya itu kini menjadi sangat nikmat menggesek di dalamnya. Ia berteriak sejadi-jadinya, namun bukan lagi karena merasa sakit tapi untuk mengimbangi dahsyatnya kenikmatan dari penis pemuda itu. Tak pernah ia bayangkan akan dapat menemukan penis sebesar dan sepanjang milik Dido, penis suaminya yang bahkan ia tahu sering meminum obat untuk pembesar alat kelamin tak dapat dibandingkan dengan ukuran penis Dido. Baru pertama kali ini ia melihat ada kemaluan sebesar itu, panjang dan keras sekali.
Bunyi teriakan nyaring bercampur decakan becek dari kedua alat kelamin mereka memenuhi ruangan luas di kamar suite hotel itu. Desahan mereka menahan kenikmatan itu semakin memacu gerakan mereka menjadi kian liar.
“Ooohh, ooohh, ooohh, enaak, oooh, enaknya bu, ooohh nikmat sekali ooohh”, desah Dido.
“mm, aahh, goyang terus, Do, ibu suka sama punya kamu, ooohh, enaknya, sayang ooohh, ibu sayang kamu Dido, ooohh”, balas dokter Supriyati sambil terus mengimbangi genjotan tubuh pemuda itu dengan menggoyang pinggulnya.
Lima belas menit lebih mereka melakukannya dengan posisi itu dimana Dido menindih tubuh sang dokter yang mengapit dengan pahanya. Kini saatnya mereka ingin mengganti gaya.
“Ouuuhh Dido sayang, ganti gaya yuuuk?”, ajak sang dokter sambil menghentikan gerakannya.
“Baik, Bu”, jawab pemuda itu mengiyakan.
“Kamu di bawah ya sayang? Ibu pingin goyang di atas tubuh kamu”, katanya sambil menghentikan gerakan tubuh Dido, pemuda itu mengangguk sambil perlahan melepaskan penisnya dari jepitan vagina dokter Supriyati. Kemudian ia duduk sejenak mengambil nafas sambil memandangi tubuh wanita itu.
“uuuh, cantiknya wanita ini”, ia bergumam dalam hati lalu berbaring menunggu dokter Supriyati yang sudah siap menungganginya.
Kini wanita itu berjongkok tepat di atas pinggang Dido, ia sejenak menggenggam kemaluan pemuda itu sebelum kemudian memasukkannya kembali ke dalam liang vaginanya dengan perlahan dan santai. Kembali ia mendesah merasakan penis itu masuk menembus dinding kemaluannya dan menerobos masuk sampai dasar liang vagina yang terasa sempit oleh Dido.
“Ooouuuhh”, desahnya memulai gerakan menurun-naikkan pinggangnya di atas tubuh pemuda itu.
Dido meraih payudara montok yang bergantungan di dada sang dokter, sesekali ia meraih puting susu itu dengan mulutnya dan menyDidot-nyDidot nikmat.
Keduanya kembali terlibat adegan yang lebih seru lagi, dengan liar dokter Supriyati menggoyang tubuh sesuka hati, ia tampak seperti kuda betina yang benar-benar haus seks. Ia yang baru kali ini menikmati hubungan seks dengan lelaki selain suaminya itu benar-benar tampak bergairah, ditambah dengan ukuran kemaluan Dido yang super besar dan panjang membuatnya menjadi begitu senang. Dengan sepenuh hati ia raih kenikmatan itu detik demi detik. Tak semili meterpun ia lewatkan kenikmatan penis Dido yang menggesek dinding dalam kemaluannya. Ia semakin berteriak sejadi-jadinya.
“Aahh, ooohh, aahh, ooohh, ooohh, enaak, ooohh, nikmaatt, sekali, Dido sayaanngg, ooohh Dido, Do, enaak sayang ooohh”, teriaknya tak karuan dengan gerakan liar di atas tubuh pemuda itu sembari menyebut nama Dido. Ia begitu menyukai pemuda itu.
“Ooohh Bu dokter, ooohh, ibu juga pintar mainnya, ooohh, Bu dokter cantik sekali”, balas Dido.
“Remas susu ibu, Do. ooohh, sDidot putingnya sayang, ooohh pintarnya kamu, oooh, ibu senang sama punya kamu, ooohh, nikmatnya sayang, ooohh, panjang sekali, ooohh, enaak”, lanjut sang dokter dengan gerakan yang semakin liar. Dido mengimbangi gerakan itu dengan mengangkat-angkat pantatnya ke arah pangkal paha dokter Supriyati yang mengapitnya itu. Ia terus menghujani daerah dada sang dokter yang tampak begitu disenanginya, puting susu itupun menjadi kemerahan akibat sDidotan mulut Dido yang bertubi-tubi.
Namun beberapa saat kemudian sang dokter tampak tak dapat lagi menahan rasa nikmat dari penis pemuda itu. Ia yang selama dua puluh menit menikmati permainan itu dengan garang, kini mengalami ejakulasi yang begitu hebat. Gerakannya berubah semakin cepat dan liar, diremasnya sendiri buah dada montoknya sambil lebih keras lagi menghempaskan pangkal selangkangannya pada penis Dido hingga sekitar dua menit berlalu ia berteriak panjang sebelum kemudian menghentikan gerakannya dan memeluk tubuh pemuda itu.
“Ooohh, ooohh, aauu, aku keluarr, Dido, aahh, aah, aku, nggak kuat lagi aku, Do, ooohh, enaaknya, sayang, ooohh, Dido sayang, hhuuuh, ibu nggak tahan lagi”, jeritnya panjang sambil memeluk erat tubuh Dido, cairan kelamin dalam rahimnya muncrat memenuhi liang vagina di mana penis Dido masih tegang dan keras.
“Ooohh nikmat bu, ooohh punya ibu tambah licin dan nikmat, ooohh, nikmat Bu dokter, ooohh, semakin nikmat sekali Bu dokter, ooohh, enaak, mm, ooohh, uuuhh, ooohh, ooohh, nikmat sekali, uuuhh, Bu dokter cantik, aauuuhh, ssshh nikmat bu”, desah Dido merasakan kenikmatan dalam liang vagina sang dokter yang tengah mengalami ejakulasi, vagina itu terasa makin menjepit penisnya yang terus saja menggesek dinding vagina itu. Kepala penisnya yang berada jauh di dalam liang vagina wanita itu merasakan cairan hangat menyembur dan membuat liang vagina sang dokter terasa semakin nikmat dan licin.
Pemuda itu membalas pelukan dokter Supriyati yang tampak sudah tak sanggup lagi menggoyang tubuhnya di atas tubuh Dido. Sejenak gerakan mereka terhenti meski Dido sedikit kecewa karena saat itu ia rasakan vagina sang dokter sangat nikmat. Ia berusaha menahan birahinya yang masih saja membara dengan memberi ciuman mesra pada wanita cantik itu.
“Oh Dido sayang, kamu kuat sekali mainnya sayang, aku puas sekali, ibu betul-betul merasa seperti berada di tempat yang paling indah dengan sejuta kenikmatan cinta. Kamu betul-betul jago”, katanya pada Dido sambil memandang wajah pemuda itu tepat di depan matanya, dipeluknya erat pinggang Dido untuk menahan goyangan penis di selangkangannya.
Sejenak Dokter Supriyati beristirahat di pelukan pemuda itu, ia terus memuji kekuatan dan kejantanan Dido yang sebelumnya belum pernah ia dapatkan sekalipun dari suaminya. Matanya melirik ke arah jam dinding di kamar itu.
“Dido..”, sapanya memecah keheningan sesaat itu.
“Ya, bu?”, jawab Dido sambil terus memberi kecupan pada pipi dan muka sang dokter yang begitu ia senangi.
“Sudah satu jam lamanya kita bermain, kamu hebat sekali, Do”, lanjutnya terheran-heran.
“Saya baru sekali ini melakukannya, Bu”, jawab Dido.
“Ah masa sih, bohong kamu, Do”, sergah dokter Supriyati sambil membalas ciuman Dido di bibirnya.
“Benar kok, Bu. Sumpah saya baru kali ini yang pertama kalinya”, Dido bersikeras.
“Tapi kamu mainnya kok hebat banget? Dari mana kamu tahu gaya-gaya yang tadi kita lakukan”, lanjut sang dokter tak percaya.
“Saya hanya menonton film, Bu”, jawab pemuda itu.
Beberapa menit mereka ngobrol diselingi canda dan cumbuan mesra yang membuat birahi sang dokter bangkit untuk mengulangi permainannya. Dirasakannya dinding vagina yang tadinya merasa geli saat mengalami ejakulasi itu mulai terangsang lagi. Didopun merasakan gejala itu dari denyutan vagina sang dokter. Dido melepaskan pelukannya, lalu menempatkan diri tepat di belakang punggung sang dokter, tangannya nenuntun penis besar itu ke arah permukaan lubang kemaluan dokter Supriyati yang hanya pasrah membiarkannya mengatur gaya sesuka hati. Pemuda itu kini berada tepat di belakang menempel di punggung sang dokter, lalu perlahan sekali ia memasukkan penis besarnya ke dalam liang sang dokter dari arah belakang pantatnya.
“Ooohh, pintarnya kamu Dido, oooh ibu suka gaya ini, mm, goyang teruuuss, aahh, nikmat do, ooohh, sampai pangkalnya terusss, ooohh, enaak..tarik lagi sayang ooohh, masukin lagii ooohh, sampai pangkal nya Dido, ooohh, sayang nikmat sekali, ooohh, oohh Dido, ooohh, mm, Dido, sayang”, desah sang dokter begitu merasakannya, atas bawah tubuhnya merasakan kenikmatan itu dengan sangat sempurna. Tangan Dido meremas susunya sementara penis pemuda itu tampak jelas keluar masuk liang vaginanya. Keduanya kembali terlihat bergoyang mesra meraih detik demi detik kenikmatan dari setiap gerakan yang mereka lakukan. Demikian juga dengan Dido yang menggoyang dari arah belakang itu, ia terus meremas payudara montok sang dokter sambil memandang wajah cantik yang membuatnya semakin bergairah. Kecantikan Dokter Supriyati yang sangat menawan itu benar-benar membuat gairah bercinta Dido semakin membara. Dengan sepenuh hati digoyangnya tubuh bahenol dan putih mulus itu sampai-sampai suara decakan pertemuan antara pangkal pahanya dan pantat besar sang dokter terdengar keras mengiringi desahan mulut mereka yang terus mengoceh tak karuan menikmati hebatnya rasa dari permainan itu.
Sekitar dua puluh menit berlalu tampak kedua insan itu sudah tak dapat menahan lagi rasa nikmat dari permainan mereka hingga kini keduanya semakin berteriak keras sejadi-jadinya. Tampaknya mereka ingin segera menyelesaikan permainannya secara bersamaan.
“Huuuh, ooohh, ooohh, aahh, ooohh, nikmat sekali Do, goyang lagi sayang, ooohh, ibu mau keluar sebentar lagi sayang, ooohh, goyang yang keras lagi sayang, ooohh, enaknya penis kamu, ooohh, ibu nggak kuat lagi oooh”, jerit dokter Supriyati.
“Uuuhh, aahh, ooohh, mm, aah, saya juga mau keluar Bu, ooohh, dokter Supriyati sayaang, ooohh, mm, enaakk sekali, ooohh, ooohh, dokter sayang, ooohh, dokter cantik, ooohh, enaakk, dokter dokter sayang, ooohh, vagina dokter juga nikmat sekali, oooh”, teriak Dido juga.
“Ooohh enaknya sayang, ooohh, pintar kamu sanyang, ooohh, kocok terus, oooh, genjot yang keraass, ooohh”.
“Ooohh dokter, susunya, ooohh, saya mau sDidot, ooohh”, Dido meraih susu sang dokter lalu menyDidotnya dari arah samping.
“Oooh Dido pintarnya kamu sayang, ooohh, nikmatnya, ooohh, ibu sebentar lagi keluar sayang, ooohh, keluarin samaan yah, ooohh”, ajak sang dokter.
“Saya juga mau keluar Bu, yah kita samaan Bu dokter, ooohh, vagina ibu nikmat sekali, ooohh, mm, enaknya, ooohh”, teriak Dido sambil mempercepat lagi gerakannya.
Namun beberapa saat kemudian dokter Supriyati berteriak panjang mengakhiri permainannya.
“Aauuuwww, ooohh, Didooo, ibu nggak tahan lagiii, keluaar, aauhh nikmatnya sayang, ooohh”, jeritnya panjang sambil membiarkan cairan kelaminnya kembali menyembur ke arah penis Dido yang masih menggenjot dalam liang kemaluannya. Dido merasakan gejala itu lalu berusaha sekuat tenaga untuk membuat dirinya keluar juga, beberapa saat ia merasakan vagina sang dokter menjepit kemaluannya keras diiringi semburan cairan mani yang deras ke arah penisnya. Dan beberapa saat kemudian ia akhirnya berteriak panjang meraih klimaks permainan.
“Ooohh, aahh, oooww,aahh, dokter, Supriyati, sayyaang, oooh, enaak sekalii, ooohh saya juga keluaarr, ooohh”, jeritnya panjang sesaat setelah sang dokter mengakhiri teriakannya.
“Dido sayang, ooohh, jangan di dalam sayang, ooohh, ibu nggak pakai alat kontrasepsi, ooohh, sini keluarin di luar Dido, sayang berikan pada ibu, oooh, enaknya, cabut sayang. Semprotkan ke Ibu, ooohh”, pintanya sembari merasakan nikmatnya denyutan penis Dido. Ia baru sadar dirinya tak memakai alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Didorongnya tubuh Dido sambil meraih batang penis yang sedang meraih puncak kenikmatan itu.
Kemudian pemuda itu mencabut penisnya dengan tergesa-gesa dari liang kemaluan sang dokter dan, “Cropp bresss, crooottt.., crooott.., creeess”, cairan kelamin Dido menyembur ke arah wajah sang dokter. Dido berdiri mengangkang di atas tubuhnya dan menyemburkan air maninya yang sangat deras dan banyak ke arah badan dan muka sang dokter. Sebagian cairan itu bahkan masuk ke mulut sang dokter.
“Ohh, sayang,terus ooohh, berikan pada ibu, ooohh, hmm, nyam, enaknya, ooohh, semprotkan pada ibu, ooohh, ibu ingin meminumnya Dido, ooohh, enaakkknya sayang, oooh, lezat sekali”, jerit wanita itu kegirangan sambil menelan habis cairan mani pemuda itu ke dalam mulutnya, bahkan belum puas dengan itu ia kembali meraih batang penis Dido dan menyDidot keras batang kemaluannya dan menelan habis sisa-sisa cairan itu hingga Dido merasakan semua cairannya habis.
“Ooohh Bu dokter, ooohh dokter, saya puas sekali bu”, kata Dido sembari merangkul tubuh sang dokter dan kembali berbaring di tempat tidur.
“Kamu kuat sekali Dido, sanggup membuat ibu keluar sampai dua kali, kamu benar-benar hebat dan pintar mainnya, ibu suka sekali sama kamu. Nggak pernah sebelumnya ibu merasakan kenikmatan seperti ini dengan suami ibu. Dia bahkan tak ada apa-apanya dibanding kamu”, seru sang dokter pada Dido sambil mencium dada pemuda itu.
“Saya juga benar-benar puas sekali, Bu. Ibu memberikan kenikmatan yang nggak pernah saya rasakan sebelumnya. Sekarang saya tahu bagaimana nikmatnya bercinta”, jawab Dido sekenanya sambil membalas ciuman dokter Supriyati. Tangannya membelai halus permukaan buah dada sang dokter dan memilin-milin putingnya yang lembut.
“Tapi apakah ibu tidak merasa berdosa pada suami Ibu, kita sedang berselingkuh dan ibu punya keluarga”, sergah Dido sambil menatap wajah manis dokter Supriyati.
“Apakah aku harus setia sampai mati sementara dia sekarang mungkin sedang asyik menikmati tubuh wanita-wanita lain?”.
“Benarkah?”.
“Aku pernah melihatnya sendiri, Do. Waktu itu kami sedang berlibur di Singapura bersama kedua anakku”, lanjut sang dokter memulai ceritanya pada Dido.
Dido hanya terdiam mendengar cerita dokter Supriyati. Ia menceritakan bagaimana suaminya memperkosa seorang pelayan hotel tempat mereka menginap waktu ia dan anak-anaknya sedang berenang di kolam hotel itu. Betapa terkejutnya ia saat menemukan sang pelayan keluar dari kamarnya sambil menangis histeris dan terisak menceritakan semuanya pada manajer hotel itu dan dirinya sendiri.
“Kamu bisa bayangkan, Do. Betapa malunya ibu, sudah bertahan-tahun kami hidup bersama, dengan dua orang anak, masih saja dia berbuat seperti itu, dasar lelaki kurang ajar, bangsat dia itu”, ceritanya pada Dido dengan muka sedih.
“Maaf kalau saya mengungkap sisi buruk kehidupan ibu dan membuat ibu bersedih”.
“Tak apa, Do. Ini kenyataan kok”.
Dilihatnya sang dokter meneteskan air mata, “Saya tidak bermaksud menyinggung ibu, oh..”, Dido berusaha menenangkan perasaannya, ia memeluk tubuh sang dokter dan memberinya beberapa belaian mesra. Tak disangkanya dibalik kecantikan wajah dan ketenaran sang dokter ternyata wanita itu memiliki masalah keluarga yang begitu rumit.
“Tapi saya yakin dengan tubuh dan wajah ibu yang cantik ini ibu bisa dapatkan semua yang ibu inginkan, apalagi dengan permaian ibu yang begitu nikmat seperti yang baru saja saya rasakan, bu”, Kata Dido menghibur sang dokter.
“Ah kamu bisa aja, Do. Ibu kan sudah nggak muda lagi, umur ibu sekarang sudah empat puluh tiga tahun, lho?”.
“Tapi, Bu terus terang saja saya lebih senang bercinta dengan wanita dewasa seperti ibu. Saya suka sekali bentuk tubuh ibu yang bongsor ini”, lanjut pemuda itu sambil memberikan ciuman di pipi sang dokter, ia mempererat pelukannya.
“Kamu mau pacaran sama ibu?”.
“Kenurut ibu apa yang kita lakukan sekarang ini bukannya selingkuh?”, tanya Dido.
“Kamu benar suka sama ibu?”.
“Benar, Bu. Sumpah saya suka sama Ibu”, Dido mengecup bibir wanita itu.
“Oh Dido sayang, ibu juga suka sekali sama kamu. Jangan bosan yah, sayang?”.
“Nggak akan, bu. Ibu begitu cantik dan molek, masa sih saya mau bosan. Saya sama sekali tidak tertarik pada gadis remaja atau yang seumur. Ibu benar-benar sesuai seperti yang saya idam-idamkan selama ini. Saya selalu ingin bermain cinta dengan ibu-ibu istri pejabat. Tubuh dan goyang Bu dokter sudah membuat saya benar-benar puas”.
“Mulai sekarang kamu boleh minta ini kapan saja kamu mau, Do. Ibu akan berikan padamu”, jawab sang dokter sambil meraba kemaluan Dido yang sudah tampak tertidur.
“Terima kasih, Bu. Ibu juga boleh pakai saya kapan saja ibu suka”.
“Ibu sayang kamu, Do”.
“Saya juga, Bu. oooh dokter Supriyati”, desah pemuda itu kemudian merasakan penisnya teremas tangan sang dokter.
“Oooh Dido, sayang..”, balas dokter Supriyati menyebut namanya mesra.
Kembali mereka saling berangkulan mesra, tangan mereka meraih kemaluan masing-masing dan berusaha membangkitkan nafsu untuk kembali bercinta. Dido meraih pantat sang dokter dengan tangan kirinya, mulutnya menyDidot bibir merah sang dokter. “Oooh dokter Supriyati, sayang, ooohh”, desah Dido merasakan penisnya yang mulai bangkit lagi merasakan remasan dan belaian lembut tangan sang dokter. Sementara tangan pemuda itu sendiri kini meraba permukaan kemaluan dokter Supriyati yang mulai terasa basah lagi.
“ooohh, uuuhh Dido sayang, nikmat.sayang, ooohh Dido, Ibu pingin lagi, Do, ooohh, kita main lagi sayang, ooohh”, desah manja dan menggairahkan terdengar dari mulut dokter Supriyati.
“Uuuhh, saya juga kepingin lagi Bu dokter, ooohh, Ibu cantik sekali, oooh, dokter Supriyati sayang, ooohh, remas terus penis saya Bu, ooohh”.
“Ibu suka penis kamu Do, bentuknya panjang dan besar sekali. ooouuuhh, baru pertama ini ibu merasakan penis seperti ini”, suara desah dokter Supriyati memuji kemaluan Dido.
Begitu mereka tampak tak tahan lagi setelah melakukan pemanasan selama lima belas menit, lalu kembali keduanya terlibat permainan seks yang hebat sampai kira-kira pukul empat dini hari. Tak terasa oleh mereka waktu berlalu begitu cepat hingga membuat tenaga mereka terkuras habis. Dokter Supriyati berhasil meraih kepuasan sebanyak empat kali sebelum kemudian Dido mengakhiri permainannya yang selalu lama dan membuat sang dokter kewalahan menghadapinya. Kejantanan pemuda itu memang tiada duanya. Ia mampu bertahan selama itu, tubuh sang dokter yang begitu membuatnya bernafsu itu digoyangnya dengan segala macam gaya yang ia pernah lihat dalam film porno. Semua di praktikkan Dido, dari doggie style sampai 69 ia lakukan dengan penuh nafsu. Mereka benar-benar mengumbar nafsu birahi itu dengan bebas. Tak satupun tempat di ruangan itu yang terlewat, dari tempat tidur, kamar mandi, bathtub, meja kerja, toilet sampai meja makan dan sofa di ruangan itu menjadi tempat pelampiasan nafsu seks mereka yang membara.
Akhirnya setelah melewati ronde demi ronde permainan itu mereka terkulai lemas saling mendekap setelah Dido mengalami ejakulasi bersamaan dengan orgasme dokter Supriyati yang sudah empat kali itu. Dengan saling berpelukan mesra dan kemaluan Dido yang masih berada dalam liang vagina sang dokter, mereka tertidur pulas.
Malam itu benar-benar menjadi malam yang sangat indah bagi keduanya. Dido yang baru pertama kali merasakan kehangatan tubuh wanita itu benar-benar merasa puas. Dokter Supriyati telah memberinya sebuah kenikmatan yang selama ini sangat ia dambakan. Bertahun-tahun lamanya ia bermimpi untuk dapat meniduri istri pejabat seperti wanita ini, kini dokter Supriyati datang dengan sejuta kenikmatan yang ia berikan. Semalam suntuk penuh ia lampiaskan nafsu birahinya yang telah terpendam sedemikian lama itu di tubuh sang dokter, ia lupa segalanya. Dido tak dapat mengingat sudah berapa kali ia buat sang dokter meronta merasakan klimaks dari hubungan seks itu. Cairan maninya terasa habis ia tumpahkan, sebagian di mulut sang dokter dan sebagian lagi disiramkan di sekujur tubuh wanita itu.
Begitupun dengan dokter Supriyati, baginya malam yang indah itu adalah malam pertama ia merasakan kenikmatan seksual yang sesungguhnya. Ia yang tak pernah sekalipun mengalami orgasme saat bermain dengan suaminya, kini merasakan sesuatu yang sangat hebat dan nikmat. Kemaluan Dido dengan ukuran super besar itu telah memberinya kenikmatan maha dahsyat yang takkan pernah ia lupakan. Belasan kali sudah Dido membuatnya meraih puncak kenikmatan senggama, tubuhnya seperti rontok menghadapi keperkasaan anak muda itu. Umur Dido yang separuh umurnya itu membuat suasana hatinya sangat bergairah. Bagaimana tidak, seorang pemuda tampan dan perkasa yang berumur jauh di bawahnya memberinya kenikmatan seks bagai seorang ksatria gagah perkasa. Ia sungguh-sungguh puas lahir batin sampai-sampai ia rasakan tubuhnya terkapar lemas dan tak mampu bergerak lagi, cairan kelaminnya yang terus mengucur tiada henti saat permainan cinta itu berlangsung membuat vaginanya terasa kering. Namun sekali lagi, ia merasa puas, sepuas-puasnya.
Sejak saat itu, dokter Supriyati menjalin hubungan gelap dengan dengan Dido. Kehidupan mereka kini penuh dengan kebahagiaan cinta yang mereka raih dari kencan-kencan rahasia yang selalu dilakukan kedua orang itu saat suami dokter Supriyati tidak di rumah. Di hotel, di apartement Dido atau bahkan di rumah sang dokter mereka lakukan perselingkuhan yang selalu diwarnai oleh hubungan seks yang seru tak pernah mereka lewatkan.
Terlampiaskan sudah nafsu seks dan dendam pada diri mereka masing-masing. Dokter Supriyati tak lagi mempermasalahkan suaminya yang doyan perempuan itu. Ia bahkan tak pernah lagi mau melayani nafsu birahi suaminya dengan serius. Setiap kali lelaki itu memintanya untuk bercinta ia hanya melayaninya setengah hati. Tak ia hiraukan lagi apakah suaminya puas dengan permainan itu, ia hanya memberikan pelayanan sekedarnya sampai lelaki botak dan berperut besar itu mengeluarkan cairan kelaminnya dalam waktu singkat kurang dari tiga menit. Ingin rasanya dokter Supriyati meludahi muka suaminya, lelaki tak tahu malu yang hanya mengandalkan uang dan kekuasaan. Yang dengan sewenang-wenang membeli kewanitaan orang dengan uangnya. Lelaki itu tak pernah menyangka bahwa istrinya telah jatuh ke tangan seorang pemuda perkasa yang jauh melebihi dirinya. Ia benar-benar tertipu.


Silahkan bagi anda yang mempunyai Cerita sekx dewasa, bisa menambahkannya di kolom komentar,,,,,,,

 
Artikel Terkait




read more

Kutebus Nilai Ujian Itu Dengan Keprawananku

4 komentar

Cerita panas dan piluku dengan dosen mata kuliah 
Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Hr berada.
“Winda…”, sebuah suara memanggil.
“Hei Ratna!”.
“Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?”, Ratna itu bertanya heran.
“Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus, kenapa ya?”.
“Idih jahat banget!”.
“Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku masuk dulu!”.
“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna berlalu.
Dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu.
“Masuk…!”, Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk.
“Selamat siang pak!”.
“Selamat siang, kamu siapa?”, tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.
“Saya Winda…!”.
“Aku..? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?”.
“Iya benar pak.”
“Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama saya”, Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.
“Ada lagi?” tanya dosen itu.
“Tidak pak, selamat siang!”
“Selamat siang!”.
Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut malam, sampai di sini harus kembali lagi hari Minggu, huh! Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak Hr, dosen berengsek itu.
Rumah Pak Hr terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar muncul.
“Ehh…! Winda, ayo masuk!”, sapa orang itu yang tak lain adalah pak Hr sendiri.
“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaku berbasa-basi.
“Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!”, sahut pak Hr ramah.
“Sebentar ya…”, katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.
Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal paling killer.
Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani berbulu, dan kursi sofa kelas satu.
“Gimana sudah siap?”, tanya pak Hr mengejutkan aku dari lamunannya.
“Eh sudah pak!”
“Sebenarnya. . ., sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau…, kalau…!”
“Kalau apa pak?”, aku bertanya tak mengerti. Belum habis bicaranya, Pak Hr sudah menuburuk tubuhku.
“Pak…, apa-apaan ini?”, tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.
“Jangan berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!”, sahut lelaki itu sambil berusaha menciumi bibirku.
Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik…, namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku. Harus kuakui memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini sering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Hr.
“Lepaskan… , Pak jangan hhmmpppff… !”, kata-kataku tidak terselesaikan karena terburu bibirku tersumbat mulut pak Hr.
Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan berlari menghindar. Namun entah mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafasku yang terengah-engah, entah mengapa birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa gemetar.
Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk merengkuh diriku. Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Hr, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur dengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasa sudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayang olehku saat-saat aku dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.
Merasa mendapat angin kini tangan Pak Hr bahkan makin berani menelusup di balik blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balik beha yang aku pakai.
Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan jari-jarinya yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama makin kasar bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.
Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang telah menegang, sebesar lengan Bayi.
Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Hr berjalan mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.
“Kau Cantik sekali Winda…”, gumam pak Hr mengagumi kecantikanku.
Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.
Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat. Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu.
Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang- gelinjang kegelian.
“Pak…!”, rintihku memelas.
“Pak…, aku tak tahan lagi…!”, aku memelas sambil menggigit bibir. Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Hr. Namun rupanya lelaki tua itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.
“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Hr melampiaskan derita birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-keras. Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa peduliku?
Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yang masih terduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.
Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir sesak nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar kepala itu bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.
Beberapa saat kemudian Pak Hr melepaskan diri, ia membaringkan aku di tempat tidur dan menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki tubuhku belakang. Ketika itu pula kepala penis Pak Hr yang besar itu menggesek clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan benda itu meluncur masuk ke dalam milikku.
Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak kuasa menahan diri untuk tidak mem*kik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.
Pak Hr cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin lama makin cepat.
Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Hr menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Hr menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.
Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluanku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Hr yang super itu, dan ini makin membuat Pak Hr tergila-gila.
Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Hr membalik tubuhku hingga menungging di hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudara aku yang kini menggantung berat ke bawah. Sebagai seorang wanita aku memiliki daya tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan menghadapi Pak Hr. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan nafas.
Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya. Terus…, terus…, aku tak peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang mem*kik menahan rasa luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi…, aku mem*kik keras sambil menjambak rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa bodohlah.
Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Hr kemudian kembali mengambil inisiatif. kini gantian Pak Hr yang menindihi tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok yang pernah tidur denganku, walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.
Namun beberapa saat kemudian, Pak Hr mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua itu bergetar hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan derasnya.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai.
Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik.
Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di sana.
“Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti kuda liar!” kata Pak Hr penuh kepuasan. Aku yang berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Persetan dengan tubuhku yang masih telanjang bulat.
Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan kembali pakaiannya. Aku pun dengan malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai.
Sambil berpakaian ia bertanya, “Bagaimana dengan ujian saya pak?”.
“Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya”, sahut laki-laki itu pendek.
“Kenapa tidak besok pagi saja?”, protes aku tak puas.
“Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar kau tidak tidur dengan lelaki lain kecuali aku!”, jawab Pak Hr.
Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi akupun segera dapat menguasai keadaanku. Rupanya dia belum puas dengan pelayanan habis-habisanku barusan.
“Aku tidak bisa janji!”, sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar mandi. Pak Hr hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yang seenaknya itu.
Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Hr, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main denganku. Dasar…, namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini, aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.
“Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan” , katanya sambil membubuhkan nilai A di berkas ujianku.
“Selama bapak masih bisa memberiku nilai A”, kataku pendek.
“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!”.
“Terima kasih pak!” kataku sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.
“Winda!” teriakan seseorang mengejutkan lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.
“Masuklah Winda…”.
“Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!”, Aku masih mencoba menolak dengan halus.
“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan pak Hr saja kau mau!”.
Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.
“Da…,Darimana kau tahu?”.
“Nah, jadi benar kan…, padahal aku tadi hanya menduga-duga! ”
“Sialan!”, Aku mengumpat di dalam hati, harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.
Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian…, cukup menunjukkan bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.
Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.
“Gimana? Masih tidak mau masuk?”, tanya dia setengah mendesak.
Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku. Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.
Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.
“Ke mana kita?”, tanyaku hambar.
“Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?”, tanya Dino pura-pura heran.
“Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?”, Suaraku sudah sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa.
“Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!”, Dia berkomentar.
“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.
“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Winda!”, pancing Dino.
“Sesukamulah. ..!”, Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.
Dino tertawa penuh kemenangan.
Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.
Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah. Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.
Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan orang-orang ini.
Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata “lapar” membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini.
Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu, sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.
Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.
Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Dino.
Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa laki-laki lain?”.
“Kurang ajar kau Dino!” Aku mengumpat sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar, “Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini.”
Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.
Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.
“Harum!”, katanya.
Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.
“36B!”, katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.
“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”, katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.
Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung.
“Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!”
Ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku.
Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.
Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu akan membuatku lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan mudahnya Dino mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku. Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari kami berdua.
Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya kempot.
Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.
“Winda…”, “Ya?”, “Kau suka aku perlakukan seperti ini?”. Aku hanya mengangguk. Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin runcing.
“Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.
Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Dino meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk menahan diri.
“Nggghh…!” , mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah pangkalnya.
Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu apa yang dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.
Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan. Benda itu telah masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.
Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia takut aku akan memakainya kembali.
Untuk beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan.
Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.
Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku.
Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk semakin dalam. Dan ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.
Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku mem*kik keras setiap kali kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.
Aku semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.
Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan semakin kasar.
Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku.
Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.
Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.
Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang dengan beruntun seperti tak berkesudahan.
Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku. Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku. Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air mani Dino yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak berkesudahan.
Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.
Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang bergoyang-goyang di atasnya.
Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamka n miliknya ke dalam milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.
Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan meremas kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku. Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya.
Dengan ekor mataku aku kembali melihat seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si bule dan orang itu juga mulai membuka celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika Marchell mulai menindihi tubuhku. Pasrah.
Tidak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari kamar mandi.
Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Maki yang bergerak-gerak cepat. Memacu naik turun. Gadis itu menggelinjang- gelinjang setiap kali Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku.
“Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?” tanyaku pada Dino.
Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aku segera beranjak menuju pintu itu.
Di sana aku mandi berendam air panas sambil mengangis. Aku tidak tahu saya sudah terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat aku benci kepada diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja selangkanganku basah lagi.
Aku berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku. Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari rumah itu.
Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aku tak peduli dengan kakakku yang terheran-heran melihat tingkah lakuku yang tidak biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk itu, kekesalan, dan sakit hati dengan menangis.



Silahkan bagi anda yang mempunyai Cerita sekx dewasa, bisa menambahkannya di kolom komentar,,,,,,,

 
Artikel Terkait



read more